Selasa, 22 November 2011

(Fanfic: Oneshoot) - - Love letter - -

(Maincast: Cho Kyuhyun, and the girL)


* * *

Aku ingin menceritakan sebuah kisah. Tepatnya mengenang kembali masa ketika aku, masih berseragam sekolah menengah, berkacamata, dengan rambut pendek sebahu dan dada bedebar, memegang sebuah amplop pink bermotif bunga, dengan sentuhan aroma vanila yang bisa tercium hingga kesudut kelas. Aku mendatanginya dan mengajaknya bertemu diruang kesenian.

            “Ini untukmu”
Kataku menyerahkan amplop itu.

            ”Apa ini??”
Tanyanya tak acuh. Ahhh, apa semua laki2 seperti itu jika ada perempuan yang hendak menyatakan cinta?? Membuatku salah tingkah saja.
           
            ”Baca saja”
Ucapku lalu buru2 pergi, sebelum aku pingsan dihadapannya.


* * *

            Aku sedang jatuh cinta. Mungkin dia memang bukan yang pertama, tapi dialah orang yang telah membuatku terpekur hingga larut malam demi menulis sebuah syair cinta yang tak berarti.

            Dia teman sekelasku sejak tingkat pertama, hingga memasuki tingkat ketiga, kami masih sekelas. Kupikir kala itu, kenapa aku tidak menyatakannya dari dulu?? Aku bahkan sampai melupakan kodratku sebagai perempuan.

            Selama ini memang tidak ada yang berani mendekatinya, bukan karena dia sangat sulit didekati, tapi memang seperti ada aura yang memperingatkan perempuan2 untuk tidak dekat2 dengannya. Dia sendiri juga sangat menjaga jarak, terlebih terhadap perempuan yang hanya cantik fisik tidak berotak.

            Namun lain jika terhadapku. Sungguh, aku tidak ingin dibilang kegeeran, tapi memang begitulah kenyataannya. Dia sangat lunak dan sejauh hanya aku perempuan yang diajaknya bicara. Itu membuatku memiliki harapan dan sedikit celah untuk mendapatkannya.

            Aku bukan perempuan pesolek, bahkan minusku saja sudah hampir mencapai angka 2 setengah, akibat terlalu banyak baca buku. Aku tidak terlalu pintar disekolah, tapi bukan berarti aku bodoh, aku selalu masuk 10 besar. Mungkin akan jauh lebih baik jika aku mengganti bacaan komik serta novel2 koleksiku dengan buku pelajaran, setidaknya otakku akan seimbang dengannya.

            Kelebihan yang ada pada dirinya. Dia tidak pelit ilmu seperti yang dikatakan banyak orang. Aku pernah memintanya mengajariku rumus linier, dia bahkan sangat sabar. Hanya saja kau perlu memasang muka setebal mungkin, karena intonasi suaranya akan membuat orang menoleh bahwa dia sedang mengajari murid bodoh. Tapi karena bantuannya itulah, untuk pertama kali aku bisa mendapatkan nilai kuis matematika terbaik kedua dikelas, setelah dirinya tentu saja.

             Selain itu, dia pernah meminjamiku jaket ketika aku tersiram minuman soda berpewarna merah pekat. Saat itu dikantin sangat penuh, lalu entah bagaimana, ada seorang perempuan dari kelas lain, mendorongku hingga menubruk ketua osis berlesung pipit yang sedang membawa nampan makan siangnya. Setibanya dikelas, tanpa berucap, dia menyerahkannya padaku begitu saja saat melihatku tampak berantakan.

            Dia juga penyanyi yang hebat. Siapa sangka dibalik ’ekspresi tak bersahabat’nya, dia ternyata memiliki suara emas. Ketika acara ulang tahun sekolah, tiap kelas wajib menyumbangkan sebuah penampilan. Tak ada persiapan matang dari kelas kami, ketua osis terlalu mendadak menyampaikan infonya. Akhirnya dia naik ke atas panggung, temannya mengiringi dengan petikan gitar, menyanyikan sebuah lagu berjudul Listen to you dengan irama acoustic. Dan itu sukses membuatku semakin menyukainya.

             Dari tadi hanya kelebihan saja yang kuceritakan. Sebenarnya ada beberapa hal sih yang tidak kusukai darinya, dia itu terlalu maniak terhadap game. Aku tahu dia pintar, tapi aku tidak suka jika dia justru bermain game ditengah pelajaran sedang berlangsung.

             Aku pernah memberanikan diri bertanya, dan dia justru menatapku tajam seolah berkata ’Apa urusanmu??’, tapi seperti yang kubilang tadi, dia sangat lunak terhadapku, buktinya dia dengan santainya mengatakan padaku bahwa game membuatnya tidak mengantuk.

            Dia juga sangat payah dipelajaran olahraga, lari 100 meter saja dia sudah kewalahan mengatur napasnya. Mungkin baginya, dia lebih baik disuruh menyanyi 100 lagu daripada disuruh berlari. Dan aku baru tahu bahwa dia memiliki penyakit Pneumothorax, semacam kelainan terhadap paru2, bisa dikarenakan faktor keturunan atau pernah terjadi kecelakaan sebelumnya. Dia pingsan, dan aku tak bisa berbuat apa2 ketika orang2 menggotongnya ke mobil ambulance. Aku hanya berharap, dia baik2 saja.

            Aku ingat saat sedang membesuknya keesokan hari dirumah sakit. Bayangkan saja banyak sekali bunga dan kado ucapan lekas sembuh di kamar inapnya, semuanya dikirim lewat suster yang ditugaskan untuk merawatnya. Ketika aku melihat tumpukkan kado itu dan keranjang2 buah yang mahal, aku langsung ciut. Bagaimana tidak, aku bahkan tidak membawa apa2, aku hanya membawa..... diriku sendiri.

            ”Hey, masuklah”
Panggil teman dekatnya yang kala itu sedang mengobrol dengannya, aku muncul dari balik pintu dengan kikuk, seperti maling ketahuan.

            ”Oh kau, Ada apa??”
Tanyanya masih berbaring menatapku . ’Hey, aku datang membesukmu, kau pikir untuk apa aku datang kemari hah??’ Rasanya aku ingin sekali berteriak seperi itu, pertanyaannya sangat menyebalkan.

”Eumm...kebetulan ada saudaraku yang juga dirawat di rumah sakit ini, jadi aku mampir”
Binggo!!! Justru kebohongan yang meluncur mulus dari lidahku.

            ”Ohhh”
Singkat, padat, jelas. Hanya itu saja jawabannya. Kalau aku tidak menyukainya, mungkin sudah kutendang dia hingga terjerembab dari ranjang pesakitan yang tengah menopang tubuhnya itu.

”Maaf, aku tidak membawa buah maupun bunga, tapi kudoakan semoga lekas sembuh”
Kataku cepat, sepertinya suaraku bergetar.

            ”Hemmm, terimakasih”
Ucapnya datar, memakan apel yang baru saja dikupas temannya itu. Merasa diabaikan, akhirnya aku pamit pulang.

            ”Ya sudah, aku permisi dulu”
Kataku dan buru2 pergi dari sana. Baiklah, aku tidak mau munafik, aku menyesal membesuknya, tidak heran kalau orang2 tidak ingin langsung bertemu dengannya. Bagaimana bisa aku menyukai pria macam itu, tidak tahu sopan santun.

Ya Tuhan!!! Kenapa baru sampai dikoridor saja, aku sudah membayangkan dia berlari mengejarku, meminta maaf, bahkan memelukku. Ahhh sungguh, jika hal terakhir itu terjadi, ini namanya mimpi indah disiang bolong. Tuh kan?? Aku bahkan bisa mendengar dengan jelas suara derap kaki didalam otakku, sepertinya aku perlu merestart ulang imajinasi yang sudah overdream ini.

”Hey”
Seseorang menyentuh pundakku, membuatku menoleh.

            ”Ada apa??”
Tanyaku heran. Ternyata bukan dia, tapi temannya.

            ”Ini, ada banyak sekali didalam, tidak mungkin habis”
Katanya menyerahkan sekeranjang besar buah2an yang terlihat sangat mahal.

            ”Tapi, aku tidak membawa apa2, kenapa justru memberiku ini??”

            ”Tidak apa, anggap saja permintaan maaf darinya”

            ”Permintaan maaf??”

           ”Dia merasa agak kasar denganmu, mungkin masih terbawa emosi dari yoeja yang menjenguknya tadi”

            ”Ohhh, tidak masalah”
Kataku singkat, sedikit melunak, setidaknya ada kata maaf.

            ”Ya sudah, hati2 dijalan”

            ”Tunggu, apa buah kesukaannya??”
Tanyaku, membuatnya mengerutkan kening heran.

            ”Kiwi”
Bagus!! Setidaknya tidak ada sambungan pertanyaan ’kenapa??’. Aku tidak suka pria yang terlalu banyak tanya. Tanganku membuka plastik transparan yang membalut keranjang, mengambil 4 buah kiwi didalamnya.

            ”Ini, berikan padanya”

            ”Kenapa kau berikan buah yang diberikannya untukmu??”

            ”Karena ini sudah jadi milikku, jadi bebas mau kuapakan”

            ”Kau ini”

            ”Ya sudah, sampai bertemu disekolah”
Kataku pamit padanya.
  
       Sungguh awalnya memang sangat pahit, tapi ada rasa manis dibalik sikapnya. Bodohnya, meski diperlakukan seperti itu, aku masih tetap menyukainya. Sebelumnya kumohon, jangan mengejekku jika aku berpikir seperti ini, tidak salah kan jika aku berpikir dia juga sedikit.....menyukaiku??.

         Saat itu sudah tahun ketiga, sampai kapan aku akan terus berada dalam angan tak berujung ini, aku harus melakukan sesuatu. Yahhh, sepertinya memang harus aku yang memulai, dan sepucuk surat cintalah jawabannya.

Kembali otakku singgah ke kehidupan nyata.
”Kira2, dia sedang apa ya?? Apa tengah membaca suratku??”
Gumaman yang pasti akan terlontar pasca nembak, membayangkan dia pasti tengah tersenyum2 membaca surat cintaku yang terlihat sangat kekanak2an.

            Ahhhh, kenapa aku tidak memberinya aroma maskulin saja tadi, cocok sekali dengan kepribadiannya. Dan lagi, kenapa aku memilih amplop warna pink, bukannya dia suka sekali dengan warna biru. Tapi bukan surat cinta namanya kalau tidak berwarna pink, ditambah lagi aroma maskulin, seperti tidak ada aroma lain saja.

          Aku berteriak tak jelas dibalik guling yang sedang kupeluk, berharap kala itu yang tengah kupeluk adalah dia. Malam semakin larut dan aku masih juga belum tidur, padahal besok aku masih harus sekolah. Sekolah?? Itu berarti aku harus bertemu dengannya, Tuhan!!! Apa dia akan menerimaku, atau menolakku seperti dia menolak gadis2 lain. Memikirkan hal ini semakin membuatku tak dapat tidur.

Seperti biasa, imajinasi yang sedang bergejolak ditengah masa remaja memberontak keras didalam otakku. Aku mengambil sebuah buku, menulis berbagai hal disana, bahkan aku membuat sebuah cerita dengan lawan mainnya aku dan dia. Jika kubaca ulang, hal itu sangat lucu, dengan bahasa ala penyair amatiran, aku justru meralat kata2 yang kutulis dulu. Ahhhh, sudahlah jangan bahas tulisanku, aku harus tidur.


* * *
Akhirnya, dikeesokan hari, sepulang sekolah, aku menunggunya diruang kesenian, seperti yang kutuliskan didalam surat. Aku menunggunya dengan dada yang berebar, membayangkan hal2 buruk terjadi. Bukankah jika kita berharap hal baik, kita harus memikirkan hal buruk terlebih dahulu. Yeach, jangan dipikirkan, itu hanya sugestiku.

Entah sudah berapa lama. Mengingat jadwal2nya, harusnya dia sudah selesai dengan pembubaran anggota klub matematika, digantikan anggota2 baru. Sudah 2 jam dari waktu yang dijanjikan, tapi dia belum muncul juga, ini bahkan sudah jam 5 sore.

Menunggu seperti ini membuatku penasaran dan tidak sabar, apa mungkin rapatnya masih belum selesai. Tidak ada salahnya jika aku melihat sebentar keruangannya bukan, tapi bagaimana jika dia datang, sedangkan aku malah berkeliaran mencarinya. Ini seperti dalam drama saja, kami saling mencari, dan kemudian bertemu secara tak sengaja. Ya Tuhan!!! Begitu indah dalam anganku.

Yak!!! Dia mengerjaiku, dia tidak ada diruang klubnya, lalu kemana dia??. Akhirnya timbul prasangka, jangan2 dia memang sengaja mengabaikan suratku. Para anggota dari klub2 lain tampak sudah selesai dengan rapatnya, sekolah mulai sedikit ramai, dengan keluhan capek, pusing, lapar disana-sini.

Aku kembali lagi keruang kesenian, berharap dia menungguku disana, dan tidak ada orang. Hatiku mencelos, baiklah, ini terlalu dramatis. Namun, kuputuskan bahwa aku ditolak, setidaknya ini jauh lebih baik daripada dia menolakku secara langsung, aku pasti akan menangis didepannya, dan dia akan membentakku. Tidak, tidak, dia bukan orang seperti itu, dia mungkin memang terlihat mengerikan, tapi dia tidak pernah kasar terhadap perempuan.

Belum selesai sampai disini. Dihalaman sekolah, ketika aku berbalik untuk pulang, tepat didepan ruang klubnya. Seperti didrama2 yang kutonton, saat itu pertama kali aku melihatnya bersama orang lain, perempuan yang mendorongku dikantin waktu itu, mereka berbicara begitu akrab. Tanganku merambat keatas, memegang dadaku, perih rasanya.

Kucoba palingkan wajahku, tapi mata ini tak mampu ikut berpaling. Ingin rasanya kuseret dia dari hadapannya, tatapan mesra itu membuatku tak mampu menahan amarah yang semakin bergejolak dihatiku.

Tega sekali dia. Biarkan aku meralat kembali ucapanku, lebih baik dia menolakku secara langsung daripada harus melihatnya bersama orang lain, dia bahkan mengingkari janjinya. Aku tak rela.

Tunggu!!! Akulah yang membuat janji, bukan dia. Jadi semua ini bukan salahnya.

Dia melihatku, hanya sebentar, lalu berpaling lagi berbicara dengan lawan bicaranya. Benar, dia sangat jahat, bahkan menatapku saja dia tak mau. Dia tak menghargai diriku sebagai perempuan, ahhh bagaimana dia bisa menghargaiku sebagai perempuan, bahkan aku saja sampai melupakan kodratku dan malah menyatakan cinta terlebih dulu.

            Aku tak ingin ada airmata dikisahku, untuk apa menangisi seseorang yang tak pernah menganggapku ada. Dengan langkah cepat aku meninggalkan tempat itu, tak ingin menoleh kembali kearahnya. Mungkin aku termasuk 1000 dari perempuan yang menyatakan cinta padanya, dan 1000 dari perempuan yang ditolaknya mentah2.

Aku tidak menyesal pernah menyukainya, karena dia adalah semangatku ketika aku bangun pagi, semangatku ketika aku berangkat kesekolah, semangatku agar belajar dengan giat. Dia yang terindah dibenakku, dia yang selalu menghiasi imaji ini, dia yang aku tak rela jika tersakiti, tapi....dia menyakitiku. 

Terimakasih karena telah bersedia menjadi imajiner pribadiku.


* * *
Hey, kumohon jangan menatapku seperti itu, itu sudah berlalu 10 tahun silam. Aku sudah bahagia sekarang, dengan orang yang sangat kucintai tentu saja. Jangan khawatir, aku akan mengenalkannya pada kalian. Kami sedang janjian untuk bertemu, mungkin dia sedang menungguku sekarang.

Benar saja, dari kejauhan aku bahkan melihatnya menunggu dengan tidak sabar.

”Maaf terlambat”
Kataku ketika sudah sampai dihadapannya.

            ”Tidak apa2”
Balasnya singkat, dia ngambek dan aku suka. Aku meraup pipinya yang sudah terasa dingin.

            ”Kau pasti sudah lama menunggu”

            ”Tidak, belum koq”
Dan dia tersenyum, meyakinkankanku, meski aku tahu dia berbohong. Oh Tuhan!! Bagaimana aku tidak begitu mencintai pria ini.

            Dia meraih pinggangku, menggiringnya berjalan disisinya. Sebelum akhirnya kami memutuskan akan jalan kemana, dia mengucapkan satu kata penting yang selalu kutunggu keluar dari bibirnya, meski bukan yang pertama kali dan bukan disaat kami berada disuasana romantis.

            ”Saranghae”
Ucapnya ditelingaku. Seperti biasa, dia memang pintar mencairkan suasana, meski aku sudah membuatnya kesal tadi.

Dia masih menunggu ekspresiku, tapi aku tak mampu untuk tidak tersenyum, aku hanya membenamkan wajahku didada kirinya, menghirup aroma maskulinnya dalam2.

            ”Kau suka sekali menggodaku”

            ”Aku suka saat kau terlihat malu2”
Katanya tertawa pelan.

Baiklah, mungkin dialog barusan terdengar sangat menjijikkan, tapi tidak jika yang mengatakannya adalah orang yang sangat kau cintai. Dan pria disampingku ini adalah Dia, makanya diawal cerita sudah kukatakan 'ingin mengenang'.

Dia memang sama sekali tidak membaca suratku waktu itu, dia membuangnya, makanya dia heran melihatku diruang kesenian, tega sekali bukan?!. Ada alasannya koq, karena dia tidak ingin aku mengiriminya surat dan menyatakannya terlebih dulu seperti gadis2 lain. Dia bilang aku tidak sabaran, itu benar.

Tuh kan?? Feelingku tidak meleset, dia memang memiliki perasaan yang sama terhadapku. Kupikir waktu itu aku memang menyukainya, secara sepihak, tapi aku bersyukur sekarang dia membalas perasaanku, meski butuh waktu bertahun2 baru bisa bertemu lagi dengannya. Aku tidak mau berbelit2 untuk bercerita, yang jelas kali ini bukan aku yang jatuh bangun untuk mendapatkannya.

            Untuk Cho Kyuhyun, pria yang padamu kuberikan cintaku, terimakasih sudah menjadi bagian indah dalam diriku, dalam hidupku. Terimakasih telah membuat imajiner ini menjadi kisah nyata yang menyenangkan. Saranghae.


The End

Fufufufufu romance geLLLLLaaaakkkk!!!!!
Tapi aku syuka.....aku sedang dalam situasi jatuh cinta kembali pada Cho Kyuhyun.
Ahhh, sudahlah.

4 komentar:

  1. Eissssssss cinta yg kesampean author nim kekekeke :D. Bener2 jahat udh dibuatin surat mlh dibuang tpi dpet balesan yg woow ulala kkkl

    BalasHapus
  2. Hihi Raena, ni fic dah jadul banged sihhh :D

    BalasHapus
  3. Manis. Ficnya romance tapi tidak menjijikan, manis bgt, suka suka suka.
    Author yang manis, fic yang lain di tgu yaa.. kkk~ ^ ^b

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lagi dalam situasi block writer nih Dara, ide-ide seakan menguap entah kemana :'(
      Tapi ditunggu aja ya, pasti publish cerita yang lain koq :D

      Hapus