(Maincast: Cho Kyuhyun, Lee Donghae, and The girL)
* * *
Hatiku........
tak lebih hanyalah sebuah organ yang
berfungsi sebagai penyerap zat racun yang masuk kedalam tubuh.
Hatiku........
terasa kini makin menghitam karena rasa
angkuh, iri, dengki, serta tak pernah merasa puas diri.
Hatiku.........
bisakah tak menyimpan lebih dari satu
hati??
Hatiku........
rakus........
* * *
Seoul, Sunday, 09.33 Am (13 Rooms)
Aku membuka mata, memaksa diri
merefresh ulang otakku yang membeku. Bahkan hingga pergantian hari
rasanya masih tetap sama. Saat mengerjap, seakan ada bola kelereng
menyangkut di kedua pelupuk mataku, berat, akibat menangis semalam.
Aku masih bertahan diposisiku, nyaris
tak bergerak, hanya nafasku yang berhembus teratur, terlentang
memandang langit-langit kamar, sibuk dengan pikiranku yang masih
sama, tanpa jawaban.
Tubuhku terasa kaku. Lemas rasanya.
Aku tidak bergadang, tapi aku juga
tidak tidur. Aku hanya memejamkan mata, meredam tangis, menahannya
agar tidak merebak dan mengalir dalam tempo cepat hingga menyisakan
sesak didada.
Malas rasanya beraktivitas, ah tidak,
aku memang tidak memiliki aktivitas selama 6 bulan ini. Hampa, itulah
yang kurasakan.
Aku tidak tahu apa yang sebenarnya
terjadi padaku. Hanya 1 yang kusadari, aku orang yang tak memiliki
tujuan hidup. Aku orang yang telah ditinggalkan.
Hal yang menyebabkan aku seperti ini
tak lebih karena aku terlalu memanjakan rasa angkuh, iri, dengki,
serta ambisi yang terlalu lama bersarang didalam tubuhku, hingga aku
nyaris gila, frustasi.
Aku merubah posisi tidurku, menyamping
menghadap kearah jendela yang masih tertutup gorden. Diluar sana
tampak begitu terang, sudah tinggikah matahari??
Aku kembali menyadari 1 hal, yang kini
bertambah menjadi 2. Diriku tak lebih sebuah kamar yang sedang
kutempati saat ini, gelap, namun tampak begitu terang diluar. Aku
terlalu lama berpikir sendiri, bergelut dengan duniaku yang tak
pernah nyata, nyaris fana dan tak terjamah.
Aku mengerjap, ketika kurasakan siluet
bayangan menghalangi pandanganku pada jendela, dengan sekali sibak,
cahaya itu mulai merasuk memenuhi retinaku, tanpa ampun. Lenganku
refleks menjadi penyelamat, menutupi mataku hingga mampu menyesuaikan
diri dengan cahaya.
Kudengar suara langkah berjalan
mendekat kearahku.
"Bangun!!!!" Suara berat itu
memerintah, menyibakkan selimut dengan kasar.
Kini bisa kulihat wajahnya. Otakku
memaksa kembali menyusun memori pada lekuk wajah rupawan pria
didepanku, mencari sebuah nama yang selalu memenuhi pikiranku selama
6 bulan ini. Hingga pada akhirnya membuatku nyaris lupa saking
terkejutnya.
Dia disini, Cho Kyuhyun.
"Kau benar-benar kacau. Seperti
ini kau bilang bisa hidup tanpaku?!"
Aku bahkan belum menyesuaikan diri
dengan suaranya, merasa bahwa ini masih ilusi, tapi dia sudah
merecokiku seperti biasa.
"Kau....bagaimana bisa masuk??"
Ucapku serak. Bukan, bukan ini yang ingin kutanyakan. Tapi aku hanya
ingin menyatakan padanya bahwa, 'Kau....kembali'. Ia menjawab
pertanyaanku dengan menunjukkan kunci duplikat dijarinya.
"Ayo bangun!!!"
Tangan besarnya menarik tanganku yang
dengan sigap langsung menahan bahuku ketika ia memaksaku duduk hingga
nyaris terkulai kembali keranjang. Aku memandangnya nanar, pada
akhirnya dia pun melihatku seperti ini, kacau, sama seperti yang
dikatakannya.
"Kau benar2 bodoh."
Dia masih saja senang memakiku, tapi
dari situlah aku tahu bahwa dia memperhatikanku. Matanya menelusuri
wajahku, mempelajarinya secara menyeluruh, seakan membaca apa yang
terjadi padaku selama ia tak ada.
"Kau mengundurkan diri eh??"
Tebaknya tepat sasaran. Aku menggeleng, yang justru ditangkapnya
sebagai arti mengiyakan. Aku menundukkan kepala, semakin muram.
Bekerja sebagai pialang saham tidaklah
mudah, sangat menekanku untuk mendapatkan Client,
ditambah lagi jika dana yang ditransaksikan terseret hingga jutaan
won, seorang pialang harus mampu memberikan penjelasan masuk akal
sesuai dengan News
pada Client di
hari itu.
"Teman2mu juga satu per satu
meninggalkanmu, dan kau sangat merindukan keluargamu, sedangkan kau
masih belum berbuat apa2 untuk mereka, kau merasa gagal, begitukah??"
Air mataku merebak, tanpa kompromi mengalir deras begitu saja, dan
jatuh diatas punggung tanganku.
Ia membacanya. Ia membaca email yang
kukirimkan beberapa bulan yang lalu. Syukurlah.
"Kau...juga sangat merindukanku,
begitu yang kau tulis??" Aku semakin tersedu, dengan menekan
segenap harga diri, aku berkeluh kesah disana, merasa benar-benar
kalah, gagal dan sangat membutuhkan dirinya.
"Kenapa.....kau baru datang??"
Isakku pelan, memainkan ujung kaosku yang entah sudah berapa lama
belum kuganti. Ia menghela napas iba. Perlahan tangannya menggiring
kepalaku menuju dadanya, membenamkan wajahku disana, membiarkanku
menumpahkan kegelisahanku, mengijinkan airmataku membasahi kemeja
putihnya.
"Karena kau yang memintaku."
Ucapannya seketika membuatku mendesakkan kembali ingatan pada
kalimat-kalimatku terdahulu, yang membuatnya begitu tersakiti.
"Benarkah?? Aku...lupa, bantu aku
mengingatnya." Ia tersenyum, mengelus lembut kepalaku.
"Saat kau mendapatkan pekerjaan
untuk pertama kalinya, kau benar2 merasa seperti berada diatas
langit, kau lupa pada orang2 yang berada disekelilingmu, workaholic,
dan cenderung merendahkan orang lain. Namun begitu kau melihat
temanmu hampir menyamai kedudukanmu, kau merasa iri, bahkan dengki.
Kau tidak menyukai pesaing."
Ia berhenti sejenak, menggantungkan
kalimatnya, membiarkan isakku semakin menjadi, membiarkan rasa
penyesalan merasuki tubuhku, merayap dan mencengkeram kuat tepat
didadaku.
"Kau sama sekali tidak
mendengarkanku, dan malah menyuruhku meninggalkanmu karena aku tidak
pernah mendukungmu, kau melupakan masa 3 tahun kebersamaan kita,
begitu mudahnya karena kau terlena pada suatu pekerjaan, kau
mengagung-agungkan materi, dan merasa kau bisa hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain."
Nada suaranya tercekat, aku semakin
tersedu. Seburuk itukah aku??
"Aku sadar, itu bukan dirimu, kau
tidak butuh kritikan kala itu, kau hanya butuh dukungan, kau hanya
butuh pengakuan dari orang-orang agar menganggapmu hebat, bukankah
begitu??"
Aku mengangguk pasrah, mengiyakan semua
perkataannya, ia tahu lebih baik mengenai diriku, aku benar-benar
buta.
"Kau bahkan menduakanku dengan
teman sekantormu itu, Lee Donghae, benar bukan??"
Ia terkekeh saat menyebutkan nama orang
ketiga yang sempat merusak hubungan kami. Tak pernah terbayangkan
bahwa pria brengsek itu telah berkeluarga.
"Kau memintaku datang pada saat
kau jatuh, dan aku menepatinya. Sengaja datang terlambat agar kau
memikirkan setiap sikap burukmu, memberimu waktu agar bisa
instrospeksi. Aku tahu, kau kini menyesal."
"Iya....aku sangat menyesal.
Kumohon maafkan aku." Ia mengelus punggungku, memberi ketenangan
disana.
"Tahukah kau hal ini membuatku
lega?? Aku yakin kau belajar dari semua kejadian ini. Aku yakin kau
bisa hidup jauh lebih baik setelah ini, dan aku yakin kau pasti
bisa...... menemukan seseorang yang jauh lebih memahami dan mampu
membimbingmu menjadi pribadi yang lebih baik."
Aku terkejut dengan kalimat
terakhirnya, mendongak menatapnya, meminta penjelasan. Ia bahkan tak
mau menatapku, ia membuang muka. Kami terdiam cukup lama, nyaris
penuh emosi dalam drama. Ia kemudian merngangkat tangan kirinya,
melonggarkan kelima jari, membuatku mengarahkan pandangan pada benda
logam yang membalut kecil di jari manisnya.
Kesadaranku menurun drastis, hatiku
makin tercabik, bahkan terkoyak bagai kain usang.
"Kau......"
"Ya, aku sudah bertunangan."
Ucapnya tegas. Aku mendengus tak percaya. Pendengaranku masih normal
tapi seakan merasa tuli mendadak.
Tolong katakan bahwa ini benar-benar
tidak nyata. Bulan apa ini? April mop kah? Dengan airmataku yang
masih tampak bercucuran, dan luka yang masih menganga, ia malah
menambahkan perasan air jeruk di atasnya, membuatku semakin histeris
dalam tangis.
"Kau....brengsek." Umpatku
memukul dadanya kuat2, ia diam.
"Aku dijodohkan." Akunya
membuat sedikit pembelaan, namun tak mengurangi rasa kesalku yang
meluap-luap.
"Dan kau pikir aku peduli??
Brengsek kau."
Aku sama sekali tak ingin tahu dengan
siapa ia dijodohkan, aku juga tak peduli bahkan ia bertunangan karena
menaruh benih dirahim wanita lain. Dia sama halnya dengan pria yang
berselingkuh.
"Untuk apa kau kembali kemari
hah?? Kau datang seakan memberikanku kesempatan kedua, tapi kau
memberikan kenyataan lain, pria macam apa kau?!" Tangisku
semakin menjadi, nafasku tercekat, namun pukulanku melemah.
Aku membenamkan wajah dikedua tanganku,
menolak keras saat tangannya kembali mendorong kepalaku kedadanya.
Dadaku naik turun dengan deru nafas menahan emosi yang tak
terkendali. Kembali kami terdiam dengan pikiran masing-masing, ia
memperhatikanku begitu intens, seakan takut tiba-tiba aku berdiri dan
gantung diri.
"Pergilah." Pintaku beberapa
saat setelah kami terdiam cukup lama, emosiku sudah cukup stabil
setidaknya.
"Tidak, sampai aku melihatmu
membenahi diri, aku tak mau melihatmu berantakan."
Aku tertawa mengejek, membuatnya
mengernyit heran. "Apa yang harus dibenahi?! Aku sudah hancur."
Ia memandangku tak suka. "Kau
tidak boleh begini, kau masih muda, kehidupanmu masih panjang.
Kumohon bangkitlah."
Melihatnya memohon seperti ini membuat
mataku kembali memanas.
"Lalu aku harus bagaimana? Aku
benar-benar sudah tak punya siapa-siapa lagi disini." Keluhku
pada akhirnya memberitahu kegelisahanku selama ini.
Dia meraup wajahku, menyejajarkan
posisi kami yang saling berhadapan. "Pulanglah, kembalilah ke
orangtuamu, kau akan lebih baik jika berada ditengah keluargamu."
Aku terpaku, memikirkan beribu alasan
bagaimana aku bisa begitu berani pulang dengan tangan kosong jika
hanya membawa gelar Sarjana Akuntansi dibelakang namaku. Apa yang
akan dipikirkan keluargaku?? Orang-orang di sekitar tempat
tinggalku??
Seakan mengerti kegelisahan yang tengah
melanda pikiranku, ia kembali berucap. "Tidak ada orangtua yang
tidak menginginkan anaknya kembali, meskipun kau belum menjadi orang
sukses, keluarga akan tetap menerimamu, kau hanya perlu meyakinkan
dirimu sendiri bahwa kau pasti akan mendapatkan sesuatu yang lebih
baik disana."
Setelah mendengar kalimatnya, seakan
ada udara yang memenuhi rongga dadaku, perasaan lega yang tak terkira
menyusup begitu saja, membuatku memiliki secercah harapan untuk
bangkit.
Kenapa selama ini aku tak pernah
berpikir demikian? Orangtuaku selalu menawarkanku untuk pulang
kapanpun aku mau, tak pernah ada paksaan dari mereka untuk mengatur
hidupku. Aku diberi kebebasan. Aku dimudahkan dalam menjalani hidupku
tanpa kekangan.
Saat memikirkan hal itu, rasa rindu
kembali melandaku, tangisku pecah, tangis rindu yang selama ini
tertahan, tak tersampaikan secara langsung dari bibirku, pada
orangtuaku, terutama ibuku.
"Kau menangis lagi."
"Aku rindu Ibu." Isakku
dibahunya. "Aku ingin pulang." Dia mengangguk mengerti.
"Berbenahlah, bersihkan dirimu,
lalu penuhi perutmu, setelah itu aku akan membantumu berkemas."
Kali ini aku tidak menolak, aku
mengangguk patuh. Dengan langkah gontai berjalan menuju kamar mandi,
berhenti sejenak saat aku melihat kaca dan mematut diri disana.
Benar yang dikatakannya, aku sangat
kacau, dengan airmata yang mengering disudut mataku, serta rambut
panjang yang awut-awuttan, aku sama sekali tidak mencerminkan seperti
gadis normal kebanyakan. Memalukan.
Usai membersihkan diri kurang lebih 20
menit, aku keluar dengan baju mandiku. Melihatnya yang tengah
terbaring tenang diranjangku, aku menghampirinya. Dia tertidur, aku
duduk ditepi ranjang, menelusuri tiap lekuk wajahnya tanpa menyentuh,
garis rahangnya terbentuk sempurna, mata, hidung, dan akhir
pandanganku terpaku pada bibirnya.
"Dia sudah bertunangan."
Gumamku menarik diri dari gejolak hormon yang sempat melandaku
beberapa detik yang lalu.
Aku bangkit menuju kelemari pakaian,
mengambil salah satu pakaian sehari-hariku disana, jeans dan kaos
berwarna biru muda, kemudian kembali kekamar mandi untuk mengganti
pakaian.
"Dijodohkan ya??" Gumamku
lagi, sesaat kemudian menggelengkan kepalaku, menekan dadaku yang
terasa sesak, mencoba menerima kenyataan.
Saat keluar dari kamar mandi, ia sudah
tidak lagi berbaring. Aku mendekatinya yang kini tengah berdiri
didekat jendela, tersenyum manis kearahku yang kubalas dengan kaku.
Aku memperhatikan cincin dijarinya, pada akhirnya penasaran setengah
mati dengan siapa dia bertunangan.
"Ayo kita pergi makan."
Ajaknya menarik tanganku, tapi aku masih mematung ditempat.
"Boleh kutanya sesuatu??"
Ucapku. Ia berbalik, siap dengan pertanyaan yang akan kuajukan, air
mukanya tampak tenang, seakan tak terjadi apa2, seakan aku dan dia
masih....memiliki hubungan.
"Siapa....wanita itu??"
Tanyaku sedikit tak jelas, namun jari telunjukku yang mengarah pada
jemari kirinya memperjelas semuanya. Ia tersenyum.
"Ikutlah, aku akan mengenalkannya
padamu." Ia berkata lembut. Namun seketika aku mengibaskan
tanganku. Wajahku berubah tegang saat ia dengan beraninya berbaik
hati akan mengenalkan tunangannya padaku.
Seulas senyum tampak menghiasi tiap
sudut bibirnya saat melihat reaksiku, bahkan belum ada 1 jam aku
dikejutnya dengan pengakuannya, kini ia malah dengan santai
mengajakku untuk dikenalkan pada calon istrinya. Konyol
"Kalau kau sampai melakukannya,
berarti kau sama sekali tidak menghargai perasaanku." Tandasku
membuatnya semakin tersenyum penuh arti. Ia lalu mendekatiku, meraih
tanganku yang satunya hingga ia berhasil menggenggam keduanya.
"Bagaimana jika kukatakan bahwa
kaulah wanita itu??" Ia mengatakannya dengan tatapan mengarah
tepat kemanik mataku, seakan menyekap bola mataku disana agar tidak
bergerak kemana-mana.
Aku terdiam, mencerna ucapannya
"Oh, jadi kau mempermainkanku
eh??" Ucapku datar, tak sudi untuk terkejut maupun ikut andil
dalam lelucon garapannya.
"Iya, aku mempermainkanmu, sedikit
memberi pelajaran lebih tepatnya" Sahutnya santai, namun ada
nada tegas dalam suaranya.
Ia melepas cincinnya dan memperlihatkan
ukiran nama didalamnya, mataku membulat ketika membaca sebuah nama
disana, namaku. Aku mundur selangkah, kembali emosiku meluap, merasa
tak rela telah dikerjai.
Bingung harus melakukan apa, juga takut
jika tak dapat mengendalikan emosiku yang membabi-buta, aku lebih
memilih untuk duduk, memijit pelipisku.
"Mianhae." Ucapnya berlutut
didepanku, wajahnya menyiratkan rasa tak enak hati setelah melihat
ekspresiku yang cukup terkejut hingga tak mampu berkata-kata. Ia
merasa sudah sangat kelewatan.
"Puas kau??"
"Mianhae."
"Brengsek kau."
"Saranghae."
Sejurus kemudian ia mengecup bibirku
membuat otakku meronta meminta bekerja, namun gagal, kecupan
singkatnya bahkan membuat sistem syarafku macet total, aku membeku.
Ia terkekeh pelan, khas seorang Cho Kyuhyun.
"Sejujurnya, aku kecewa saat kau
mengusirku tadi, kupikir kau sudah tidak mencintaiku, bahkan kau
tidak menanyakan siapa wanita itu, hampir saja rencana untuk
mengerjaimu gagal." Akunya tanpa dosa, semakin membuatku jengkel
melihat ekspresi wajah jahilnya.
Perlahan kesadaranku pulih, lalu tanpa
ampun, aku mencubit pipinya keras-keras, menarik tiap inci kulitnya
memenuhi jemariku, wajah mengaduhnya tampak jelek sekali, membuatku
mau tak mau akhirnya tertawa.
Bukan, ini bukan tawa karena melihat
wajah jeleknya, ini hanya manipulasi saja. Aku tertawa karena luapan
rasa lega mengetahui bahwa dia hanya mengerjaiku, mendapat kenyataan
lain lagi bahwa hatinya masih milikku. Aku berhenti menghukumnya dan
meringis pelan. Menundukkan wajahku, menyentuhkan keningku di
bibirnya.
"Jangan pernah berubah lagi demi
apapun, Arasseo??" Pintanya, yang langsung kusetujui dengan
anggukan mantap.
Ia memelukku erat, memaksakan semua
beban terangkat dari pundak kami masing-masing. Kurasakan kemejanya
masih terasa lembab oleh airmataku tadi.
"Tapi kau tetap harus pulang."
Ucapnya tiba2.
Kembali resah melandaku, baru saja
kurasakan kelegaan luar biasa, kini dia membuatku limbung lagi. Kali
ini dengan alasan yang berbeda, jika aku pulang, maka kemungkinan aku
bisa bertemu dengannya sangat minim, pasalnya dia masih terikat
kontrak dengan perusahaannya selama beberapa tahun kedepan.
"Hei, tak akan lama, mungkin 2
hingga 3 tahun. Jika kontrakku sudah selesai, aku akan mengajukan
pindah tugas dan menetap di Jeju, dengan begitu akupun sudah siap
untuk menikahimu." Ia mencoba menenangkanku. Tapi, apa yang baru
saja dia bilang?? Menikah?? Apa ia baru saja melamarku??
Ya Tuhan!!
Tanpa diketahuinya, aku tersenyum,
sedikit getir, namun sangat bahagia. Aku semakin mengeratkan
pelukanku dibahunya, merasa lega karena pada akhirnya aku memiliki
tujuan hidup bersamanya, meski sedih karena aku tidak dapat bertemu
dengannya dalam jangka waktu lama.
Lalu ia kembali berucap. "Kau juga
harus berusaha disana, kau selalu bilang ingin menjadi bagian dari
staff Accounting Banking Industry
kan?? Wujudkanlah. Meski aku tidak peduli kau bekerja atau tidak,
tapi aku tidak berhak memaksa impianmu." Aku mengangguk patuh,
setetes airmata kembali membasahi pipiku, namun kali ini airmata
haru.
"Sudah jangan menangis, apa kau
tidak lelah menangis terus??" Aku menggeleng, membenamkan
wajahku di relung lehernya.
"Kyuhyun-aa." Panggilku
pelan.
"Mmh??"
"Mianhae." Desahku disela
tangis haruku.
"Untuk??"
"Segalanya." Ia tersenyum,
mengusap pelan punggungku, menenangkanku dengan pancaran aura
kehangatan melalui tangannya.
"Kyuhyun-aa." Panggilku
sekali lagi.
"Ne??"
"Gomawo."
"Untuk??" Tanyanya kembali,
meresponku dengan sabar.
"Segalanya."
Ia terkekeh. "Sudah puas
memelukku??" Tanyanya menggoda, aku menggeleng kuat, wajahku
tengah merona, aku tak ingin ia sampai melihatnya, karena berakibat
ia akan menggodaku habis-habisan.
"Lututku pegal, asal kau tahu."
Keluhnya, sukses membuatku tertawa lalu mengalah dan melepaskannya.
Ia terduduk dilantai, meringis pelan saat meluruskan kakinya.
"Ayo makan, aku tidak ingin
cacing-cacing diperutmu itu berbunyi terus-menerus, kau ini sudah
berapa lama tidak makan?? Lihat, tubuhmu yang mulai seperti
tengkorak, bagaimana kalau kau terkena maag, kau benar2 tidak sayang
pada tubuhmu ya?!" Ia kembali merecokiku, aku seakan kembali ke
masa-masa terdahulu, saat kami pertama kali bertemu.
Dia hanya seorang senior yang
dikenalkan oleh teman kampusku. Dia sangat pendiam dan hanya
berbicara seperlunya. Namun itulah yang menarik dari dirinya, dia
diam bukan berarti tidak memperhatikan, dia sangat pintar dan peka
meski caranya menunjukkan ekspresi terlihat seperti orang yang tidak
peduli dengan sekelilingnya.
"Kenapa kau senyum-senyum
sendiri??" Tanyanya heran melihatku tersenyum seperti orang
gila.
"Tidak ada.."
Ia menaikkan alisnya, lalu menghela
napas pelan, "Bagaimana hal kecil bisa menjadi seberat ini?? Ayo
kita makan, setelah itu kita jalan-jalan, sudah lama kita tidak
berkencan. Nanti malam aku akan membantumu berkemas. Bagaimana??"
Aku mengangguk setuju.
Ia bangkit berdiri, mengulurkan
tangannya untuk kuraih. Senyum tak lepas dari bibirku, wajah ceria
pertamaku setelah beberapa bulan menarik diri dari lingkungan.
Ia meraih pinggangku, menuntunku
berjalan disisinya, membuatku tak kuasa menahan hasratku untuk tidak
melakukan sesuatu. Aku berjinjit, menopang lenganku dibahunya,
mengecup pipinya dengan penuh rasa sayang. Ia tertawa lebar saat aku
berbisik pelan ditelinganya.
"Saranghae."
The End
Horeeeee oneshoootttt,,
Haigohhhh, saya ketar-ketir ngetiknya, tapi puas ohohoohoohoh
Capek ah, mau makan duyu,,
Cawwwwww
ya ampun ff nya udah lama /.\ maaf baru baca thor ;)
BalasHapusahhhh kerren nih ^^b penggunaan bahasa nya keren, alurnya juga. adegan mreka berdua itu so sweet :D feel nya dapet bget ^^
Daebak author d^^b
Gomawo chingu,,
BalasHapusTrmksh sudah mampir,
SaLam kenaL yaaa ^^
Ada yang ngerekomendasiin nih ff :D pas dibaca emang keren abis!^^
BalasHapuscincin pertunangan itu awalnya enggak keduga, tapi pas tengah- tengah kepikir juga ah.. itu pasti bohong, ternyata bener.. hehe.. happy ending deh :3
nice ff ^_^)/..!!
HaLo Rene, maaf baru baLas yach,,
BalasHapusEniwei ada yg ngerekomendasiin?? Syapa?? Haha
Kupikir ff segeje ini g ada yg minat baca :D
Tankyu komennya yachhh :*
halo, nice ff ^^
BalasHapussebenarnya aku udah baca ff ini sejak lama tapi baru ninggalin jejaknya sekarang, maaf ya author-nim :D
aku benar2 nggak duga kalau ternyata tunangan kyuhyun itu si cewe dan aku mengumpat kyuhyun dalam hati 'kenapa kyu masih tetap datang ke cewe itu padahal dia punya tunangan???'
oya author-nim, aku baca ff ini karena rekomendasi dari sini http://jupiterplanet.wordpress.com/2012/04/18/sharing-my-favorite-fanfiction/ :D dan ternyata bener ff nya bagus banget dan idenya unik hehe
kalau sempat kunjungi blog aku ya www.deliciouslollipop.wordpress.com tapi maaf FF yg aku buat nggak sebagus author-nim hehe
Halo Farras, wah nggak ngeh ada komen yg belum di balas dari kapan tahun ini?! Mian hukz..
BalasHapusAku semalem mampir blog km lhoh, tulisan km bagus koq, malah tulisanku yang amburadul nieh hihi
Pertahanin ya, mumpung masih banyak waktu buat berkreasi, kalo udah kuliah, udah kerja jadi susah bagi waktunya, salam kenal ^,^
halooo, permisi numpang lewat ya thor.
BalasHapusuwooooo, bahagia nemeuin ini. Aaaaaa manis banget, aaaaaa #scream. gk tau mau bilang apa, terlalu terbawa suasana. hehee, sorry teriak" gk jelas disini dan thanks untuk tulisannya. Semangat thor ^ ^
"Dara...tenang Dara...kendalikan dirimu." (guncang-guncang bahu) :D
HapusKoq g tau mau bilang apa, ayo bilang donk, jgn kelamaan kebawa suasananya, ntr Kyuhyunnya keburu makin tembem lho hihi
Thanks jg Dara untuk semangatnya, jackpot buat km udah komen di ketiga tulisanku :* :*
Ok, suka aja dgn tulisan kamu yang penuh makna, ceilee.. kapan" Dara baca yang lain deh. Thanks buat jackpotnya, apalagi untuk siswi yang 12 hari lagi bakalan ngelepasin seragam SMA, ckck~
HapusSalam kenal ya, Dara.
Wah udah mau jd mahasiswi nieh, semangatttt, siap-siap kangen ama seragam sekolah hihi
HapusSalam kenal jg Dara, Lieza.